Rabu, 22 April 2009

RBM "BALI SADAR"

Kelompok Pendamping Rehabilisasi Sosial Berbasis Masyarkat (RBM) bagi Penyalahguna NAPZA "Bali Sadar" Provinsi Bali terbentuk bulan september 2008.  Adapun struktur pengurus RBM "Bali Sadar" Provinsi Bali periode 2008 - 2013 :

1. Ketua : Martinus Sabino Agus
2. Wakil Ketua I : Taufik
3. Wakil Ketua II : Raka Purwantara
4. Sekretaris I : Soni Candra
5. Sekretaris II : Ni Wayan Siki
6. Bendahara I : Ni Luh Sukarmi
7. Bendahara II : I Gede Yoga Wiyasa

I.     Bidang Pencegahan
Ketua : Yusuf Pribadi
Anggota :
- Edy Suryawan
- Mohamat Nano
- I Made Teriksa
- Rasmi Eka Sitompul
- I Wayan Arka

II.   Bidang Rehabilisasi Sosial
Ketua : HR Oscar Parulian Silalahi
Anggota :
- I Gusti Ketut Alit Arnawa
- Sita Prahastuti
- Drs I Nyoman Sumantra
- Yayuk Fatmawati
- Endang Suliyah

III. Bidang Tindak Lanjut(Aftar care / Re-sosialisasi
Ketua  : I Wayan Murda,S.Ag
Anggota :
- Drs Nyoman Gelgel
- Ni Wayan Mulyati
- Nyoman Ruswana
- Ni Ketut Deni 

IV.  Bidang Advokasi Sosial dan Perlindungan 
Ketua : I Made Jayadhi Suyoga,SE
Anggota :
- Supriyono
- Mamat Rahmat
- Ni Nyoman Sumiartini
- I Gede Putu Wikan Pradnyana,SE'
- Komang Desi Ariani

Kelompok Pendamping Rehabilisasi Sosial Berbasis Masyarakat(RBM) Bagi Penyalahguna NAPZA "Bali Sadar"

VISI :
Masyarakat Bali,Sadar Terhadap bahaya penyalahgunaan napza 2018

MISI:
1. Pemberdayaan pranata sosial yang ada dimasyarakat agar dapat berperan aktif dalam menanggulangi korban penyalahgunaan napza

2. Penguatan peran media dalam penanggulangan penyalahgunaan napza di bali 

Rencana Program 

1. Pemetaan dan pendataan korban penyalahgunaan napza
2. Pencegahan penyalahgunaan napza di lingkungan masyarakat
3. Pembentukan kelompok pendamping RBM di setiap kabupaten / kota
4. Peningkatan peran desa pakraman
5. Kampanye pencegahan penyalahgunaan napza melalui media
6. Upaya- upaya rehabilitasi  sosial berbasis masyrakat kepada korban penyalahguna napza
7. pelibatan korban napza dalam hal perencanaan,pelaksanaan dan kelangsungan program
8. Melibatkan peran dunia usaha sebagai sumber penunjang program 

Selasa, 03 Februari 2009

Perlukah Agama Disebarkan?

   Filed under: AgamaOpiniSARA 

Perlukah agama disebarkan? Pertanyaan ini sebenarnya agak sulit untuk dijawab dan jawabannya pun tidak akan bisa memuaskan semua pihak. Bisa jadi pertanyaan ini menyebabkan perselisihan atau pun perbedaan di tengah perbedaan yang sudah ada.

Bagi para maniak agama dan pemuja agama (bukan pemuja Tuhan), jawabannya pasti “Ya”. Dengan lantang dan penuh semangat, mereka akan menjawab seperti ini :

“Tentu saja agama harus disebarkan, dan agama sayalah yang harus disebarkan karena hanya agama saya yang paling benar”. “Di kitab suci saya, di ayat bla bla bla….” dan seterusnya.

Di muka bumi ini, mungkin hanya sedikit orang yang setuju bahwa agama tidak disebarkan (lagi). Maksud saya adalah pertanyaan ini dilontarkan untuk saat ini. Bukan zaman dulu dimana orang belum tahu apa itu agama dan banyak yang belum beragama.

Anda yang membaca postingan ini mungkin akan bertanya, “Lalu menurut anda gimana?”. Menurut saya, saat ini agama tidak perlu lagi disebarkan, kenapa? Karena saat ini, agama telah tersebar. Jadi agama tidak perlu lagi disebarkan, memangnya siapa lagi yang akan kita suruh beragama, karena semua orang telah beragama.

Kalau ada yang mencoba menyebarkan agamanya, pasti akan terjadi perpindahan dari suatu agama ke agama yang lain. Saya sendiri tidak mempersoalkan perpindahan agama selama tidak terjadi pemaksaan. Tetapi, dalam keadaan saat ini, dimana masih banyak sekali orang (pemuja agama) yang tidak rela melihat “saudara seiman” mereka pindah agama. Maka untuk meminimalkan perselisihan seperti itu apalagi sampai saling menghujat, maka sebaiknya para pemuka masing-masing agama tidak usah lagi menyebarkan agama mereka. Cukup agama menjadi urusan pribadi saja, urusan diri sendiri.

Ditambah lagi, bagi para penyebar agama, apakah mereka yakin bahwa agama yang mereka sebarkan itu menjamin kehidupan yang lebih baik? Apakah lebih baik dari agama yang telah dipeluk oleh seseorang? Karena toh pada dasarnya semua agama sama, memuja Tuhan dan memberikan kedamaian!

Saya bahkan ingin mengajak para pemuka agama, mungkin sedikit menantang, beranikah anda bicara di depan umat anda bahwa “Semua Agama adalah Baik”? Maukah anda mengajak umat anda dengan berkata “Mari kita hargai umat beragama lain karena mereka juga ciptaan Tuhan”. Kalau anda bisa melakukan itu, saya tidak akan sungkan untuk mengacungkan kedua jempol tangan saya untuk anda.

Gimana Pak Ustad, Pak Pastor, Pak Pendeta, Pak Mangku? Berani….

sumber: www.mrlekig.wordpress.com

Apakah Hindu politheistik?

Filed under: Agama, Bali, Hindu, Islam, Kristen, SARA |
Sambungan dari sini.

Kalau ada orang mengatakan Hindu menganut politheisme, secara spontan kita akan jawab : “Tidak! Hindu juga monotheisme.” Perhatikan : “Hindu juga..!”

Dalam Weda disebut mengenai banyak Dewa, bahkan konon ada 33.000 dewa. Tetapi di daam Weda juga terdapat banyak mantra yang menyatakan “Tuhan itu satu, tiada yang kedua, yang ketiga dan yang keempat” “Dia satu tetapi oleh orang bijaksana disebut dengan berbagai nama” Satu, bukan dalam arti monotheisme. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam teks-teks Upanisad. Hampir seluruh teks dalam Upanisad yang berbicara tentang Brahman menjelaskan Dia ada di dalam dan juga di luar ciptaan. Dalam salah satu teks disebutkan, atman itu memasuki manusia sampai ujung rambut dan ujung kukunya. (Brahmana-Kausitaki Upanisad IV. 20).

Jadi berdasarkan penjelasan sruti itu, Hindu adalah pantheistik. (Baca buku P.J Zoetmulder “Manunggaling Kawula Gusti, Pantheisme Dan Monisme Dalam Sastra Suluk Jawa.”)

Kembali ke pantheisme.

Mengingat kajahatan yang telah dilahirkan olen monotheisme, Dr Arnold Joseph Toynbee, dengan tegas mengajak manusia kembali ke pantheisme : “Sekarang telah menjadi jelas bahwa satu bab yang memiliki awal Barat akan seharusnya memiliki satu akhir India bila dia tidak ingin berakhir dalam penghancuran diri sendiri dari ras manusia. Pada saat yang amat sangat berbahaya dari sejarah manusia, satu-satunya jalan keselamatan adalah jalan kuno Hindu. Di sini kita memiliki sikap dan semangat yang dapat membuat mungkin bagi ras manusia untuk tumbuh bersama dalam satu keluarga tunggal. Jadi sekarang kita berpaling ke India : hadiah spiritual ini, yang membuat manusia (memiliki) kemanusian (that make a man human), masih tetap hidup dalam jiwa-jiwa India. Teruslah memberikan hal ini pada dunia. Tidak ada apapun yang lain yang dapat memberikan demikian banyak untuk membantu ras manusia (mankind) menyelamatkan dirinya dari penghancuran.” (Sejarawan Inggris 1889 – 1975).

Mengapa saya mengajukan pertanyaan ini? Karena selama ini kita seolah-olah menjadi budak pemikiran Kristen dan Islam. Kita menelan saja kategori-kategori yang ditetapkan, atau opini-opini yang dibentuk oleh kedua agama ini. Mengenai paham ketuhanan, kita percaya begitu saja, bahwa politheisme itu buruk/salah dan monotheisme itu benar/baik.

Ketika kita betul-betul mengajukan pertanyaan-pertanyaan pertanyaan radikal (radic = akar), kita tidak menemukan kesalahan berarti di dalam paham ketuhanan yang dipandang rendah selama ini, malah kita menemukan kebaikan di dalamnya. Justru sebaliknya kita menemukan cacat bahkan kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan di dalam paham ketuhanan yang dianggap paling benar selama ini.

Kita harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan radikal terhadap katefori, dogma dan opini yang dibentuk oleh agama lain terutama yang ditujukan untuk meremehkan Hindu. Dan tentu saja kita dapat mengajukan pertanyaan radikal, bila kita mempelajari agama lain secara sungguh-sungguh.

Om santi, santi, santi Om

Selesai.

Sumber : cybertokoh(mrlekig.wordpress.com)

Senin, 19 Januari 2009

kelola emosi

Di tahun 2008,sekitar bulan mei,situasi rumahku mulai tidak damai lagi,karena adik sepupuku,mulai berkelakuan "aneh"(ngamuk,marah - marah ,menantangku berkelahi hingga aku dan anakku sematang wayang diancam).situasi inipun berlangsung hingga 4 bulanan.

kelakuan "aneh" itu ,pertama dilakukan pada pamanku sendiri,kakek dan terakhir aku.situasi yang mencekam ini,empat bulan kulalui dengan emosi yang tertahan(ada perasaan bangga juga ternyata aku telah mampu mengelola emosiku)sehingga perkelahian dengan adikku tidak sampai terjadi.

ditengah kebanggaan ini /kesabaran dan emosiku kembali diuji, situasi rumah dalam keadaan sepi(cuma ada aku,kakek,nenek dan anakku umur setahun, aku kembali ditantang berkelahi dan bahkan anakku juga diancam,spontan emosiku memuncak,dan lepas kendali,kuladeni tantangannya.

saat situasi sudah tidak terkendali,aku bersyukur Tuhan telah menolongku,akhirnya aku "sadar kembali"sehingga aku mampu mengendalikan diriku dan keadaaan,sehingga apa yang tidak aku dan keluargaku inginkan tidak terjadi.

dari kejadiaan ini,disamping perihatin akan situasi sepupuku ,aku juga sangat bersyukur dan bangga bahwa aku telah mampu mengendalikan situasi terburuk dalam keluargaku.

dari situasi ini,aku ingin berbagi:bahwa kita manusia perlu punya ambisi dan emosi tapi yang terpenting bagaimana mengelola emosi,kedua, dimana dan bagaimanapun keadaan itu ,kita harus mampu mengendalikan keadaan dan jangan sampai dikendalikan keadaaan .

Jumat, 16 Januari 2009

Melihat Diri Sendiri Dalam Wayang

Pada Tumpek Wayang ,umat Hindu  mengupacarai berbagai jenis alat -alat tetabuhan atau reringgitan seperti gong,gender,gambang,genta,gendongan termasuk wayang.Pemujaan ditujukan kepada TUhan dalam manifestasi sebagai Hyang Iswara.
W.Watra dalam buku Filsafat Wayang dalam Panca Yadnya menyebutkan Wayang berkisar pada masalah bayangan.Bicara masalah bayangan harus ada cahaya.berbicara masalah cahaya harus ada sumber cahaya.Sumber cahaya paling hakiki adalah Tuhan yang di Bali dikenal sebagai Hyang.Karenanya menurut,Watra,Wayang adalah bayangan akibat adanya sinar,anatar gelap dan terang (rwa bhineda).Wayang ada karena cahaya dari Hyang(Tuhan).
Menurut I gusti ketut Widana,secara lahir Tumpek Wayang merupakan bentuk permohonan bagi mereka yang menjlani profesi pewayangan sehingga dapat menjadi dalang metaksu yang mampu menjembati alam wayang yang abstrak ke dalam alam nyata melalui pementasan tokoh tokoh pewayangan yang dipertontonkan untuk diambil nilai nilai tuntunannya.
Secara batin,melalui perayaan tumpek wayang kita akan selalu disadarkan bahwa hidup ini sebenarnya merupakan sebauah panggung wayang.Keberadaan kita,perananyang didapat dan dilakukan serta kemana akhirnya tujuan kita sudah diatur dan ditentukan oleh Sang Dalang Agung yakni Hyang Widhi.
IB Agastia dalam kumpulan tulisannya,Wija Kesaur menulis,dengan menonton wayang sesungguhnya kita dapat menonton diri kita,kita dapat menghadirkan diri kita dihadapan kita.Makna pertempuran antara Rama dengan Rahwana,Pandawa dengan Korawa,antara Dharma dengan Adharma,susila dengan Asusila,sesungguhnya adalah  pertempuran yang terjadi dalam diri kita,pertempuran yang tak henti -hentinya.
Karenanya,dapat dimengerti mengapa kemudian wayang mendapat posisi terhormat dalam kebudayaan Hindu di Nusantara.Wayang menjadi salah satu saran "pembebasan"diri.Di kalangan masyarakat Indonesia,wayang memiliki fungsi ruwat,terlebih lagi di Bali,wayang menjadi sarana penyucian yang penting.Wayang,khususnya wayang lemah,merupakan salah satu bagian penting wali dalam setiap karya berskala besar.Begitu juga anak yang lahir pada wuku Wayang akan dibayuh dengan tirta penglukatan wayang.
I Gusti Ketut Widana sendiri melihat setiap perangkat dalam pementasan wayang memiliki makna sendiri.Kelir wayang merupakan simbul ruang,alam permukaan bumi sebagai lambang badang jasmani yang akan menampakan bayangan hari dan menggambarkan gejolak Tri Guna.Lampu Blencong melambangkan matahari yaitu sinar hidup yang terpancar dari Hyang Widhi dan juga merupakan sinarnya Jiwatman  yang memberikan sinar kepada Tri Guna .Dalang  merupakan simbul dari bayangan Hyang Widhi yang berkuasa atas segala tokoh dan peran yang dimainkan manusia.Dalang juga merupakan jiwatma yang memberikan sinar /kekuatan melalui suksma sarira sehingga sthula sarira  menjadi hidup dan dinamis.
Wayang sendiri tidak lain adalah sebagai lambang dari makhluk - makhluk ciptaan-Nya,manusia,hewandan tumbuh-tumbuhan,masing -masing menjalani proses lahir,hidup dan mati sesuai kehendak-Nya.Gedong (tempat wayang) sendiri merupakan  simbol Tri Kona(lahir ,hidup dan mati).Genderyang mengiringi pementasan wayang merupakan simbolik iram dinamis dari perjalanan zaman,juga merupakan suara suksma tentang kehidupan dan kematian.
(jay, dikutip dari Denpost,2008)