Selasa, 03 Februari 2009

Perlukah Agama Disebarkan?

   Filed under: AgamaOpiniSARA 

Perlukah agama disebarkan? Pertanyaan ini sebenarnya agak sulit untuk dijawab dan jawabannya pun tidak akan bisa memuaskan semua pihak. Bisa jadi pertanyaan ini menyebabkan perselisihan atau pun perbedaan di tengah perbedaan yang sudah ada.

Bagi para maniak agama dan pemuja agama (bukan pemuja Tuhan), jawabannya pasti “Ya”. Dengan lantang dan penuh semangat, mereka akan menjawab seperti ini :

“Tentu saja agama harus disebarkan, dan agama sayalah yang harus disebarkan karena hanya agama saya yang paling benar”. “Di kitab suci saya, di ayat bla bla bla….” dan seterusnya.

Di muka bumi ini, mungkin hanya sedikit orang yang setuju bahwa agama tidak disebarkan (lagi). Maksud saya adalah pertanyaan ini dilontarkan untuk saat ini. Bukan zaman dulu dimana orang belum tahu apa itu agama dan banyak yang belum beragama.

Anda yang membaca postingan ini mungkin akan bertanya, “Lalu menurut anda gimana?”. Menurut saya, saat ini agama tidak perlu lagi disebarkan, kenapa? Karena saat ini, agama telah tersebar. Jadi agama tidak perlu lagi disebarkan, memangnya siapa lagi yang akan kita suruh beragama, karena semua orang telah beragama.

Kalau ada yang mencoba menyebarkan agamanya, pasti akan terjadi perpindahan dari suatu agama ke agama yang lain. Saya sendiri tidak mempersoalkan perpindahan agama selama tidak terjadi pemaksaan. Tetapi, dalam keadaan saat ini, dimana masih banyak sekali orang (pemuja agama) yang tidak rela melihat “saudara seiman” mereka pindah agama. Maka untuk meminimalkan perselisihan seperti itu apalagi sampai saling menghujat, maka sebaiknya para pemuka masing-masing agama tidak usah lagi menyebarkan agama mereka. Cukup agama menjadi urusan pribadi saja, urusan diri sendiri.

Ditambah lagi, bagi para penyebar agama, apakah mereka yakin bahwa agama yang mereka sebarkan itu menjamin kehidupan yang lebih baik? Apakah lebih baik dari agama yang telah dipeluk oleh seseorang? Karena toh pada dasarnya semua agama sama, memuja Tuhan dan memberikan kedamaian!

Saya bahkan ingin mengajak para pemuka agama, mungkin sedikit menantang, beranikah anda bicara di depan umat anda bahwa “Semua Agama adalah Baik”? Maukah anda mengajak umat anda dengan berkata “Mari kita hargai umat beragama lain karena mereka juga ciptaan Tuhan”. Kalau anda bisa melakukan itu, saya tidak akan sungkan untuk mengacungkan kedua jempol tangan saya untuk anda.

Gimana Pak Ustad, Pak Pastor, Pak Pendeta, Pak Mangku? Berani….

sumber: www.mrlekig.wordpress.com

Apakah Hindu politheistik?

Filed under: Agama, Bali, Hindu, Islam, Kristen, SARA |
Sambungan dari sini.

Kalau ada orang mengatakan Hindu menganut politheisme, secara spontan kita akan jawab : “Tidak! Hindu juga monotheisme.” Perhatikan : “Hindu juga..!”

Dalam Weda disebut mengenai banyak Dewa, bahkan konon ada 33.000 dewa. Tetapi di daam Weda juga terdapat banyak mantra yang menyatakan “Tuhan itu satu, tiada yang kedua, yang ketiga dan yang keempat” “Dia satu tetapi oleh orang bijaksana disebut dengan berbagai nama” Satu, bukan dalam arti monotheisme. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam teks-teks Upanisad. Hampir seluruh teks dalam Upanisad yang berbicara tentang Brahman menjelaskan Dia ada di dalam dan juga di luar ciptaan. Dalam salah satu teks disebutkan, atman itu memasuki manusia sampai ujung rambut dan ujung kukunya. (Brahmana-Kausitaki Upanisad IV. 20).

Jadi berdasarkan penjelasan sruti itu, Hindu adalah pantheistik. (Baca buku P.J Zoetmulder “Manunggaling Kawula Gusti, Pantheisme Dan Monisme Dalam Sastra Suluk Jawa.”)

Kembali ke pantheisme.

Mengingat kajahatan yang telah dilahirkan olen monotheisme, Dr Arnold Joseph Toynbee, dengan tegas mengajak manusia kembali ke pantheisme : “Sekarang telah menjadi jelas bahwa satu bab yang memiliki awal Barat akan seharusnya memiliki satu akhir India bila dia tidak ingin berakhir dalam penghancuran diri sendiri dari ras manusia. Pada saat yang amat sangat berbahaya dari sejarah manusia, satu-satunya jalan keselamatan adalah jalan kuno Hindu. Di sini kita memiliki sikap dan semangat yang dapat membuat mungkin bagi ras manusia untuk tumbuh bersama dalam satu keluarga tunggal. Jadi sekarang kita berpaling ke India : hadiah spiritual ini, yang membuat manusia (memiliki) kemanusian (that make a man human), masih tetap hidup dalam jiwa-jiwa India. Teruslah memberikan hal ini pada dunia. Tidak ada apapun yang lain yang dapat memberikan demikian banyak untuk membantu ras manusia (mankind) menyelamatkan dirinya dari penghancuran.” (Sejarawan Inggris 1889 – 1975).

Mengapa saya mengajukan pertanyaan ini? Karena selama ini kita seolah-olah menjadi budak pemikiran Kristen dan Islam. Kita menelan saja kategori-kategori yang ditetapkan, atau opini-opini yang dibentuk oleh kedua agama ini. Mengenai paham ketuhanan, kita percaya begitu saja, bahwa politheisme itu buruk/salah dan monotheisme itu benar/baik.

Ketika kita betul-betul mengajukan pertanyaan-pertanyaan pertanyaan radikal (radic = akar), kita tidak menemukan kesalahan berarti di dalam paham ketuhanan yang dipandang rendah selama ini, malah kita menemukan kebaikan di dalamnya. Justru sebaliknya kita menemukan cacat bahkan kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan di dalam paham ketuhanan yang dianggap paling benar selama ini.

Kita harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan radikal terhadap katefori, dogma dan opini yang dibentuk oleh agama lain terutama yang ditujukan untuk meremehkan Hindu. Dan tentu saja kita dapat mengajukan pertanyaan radikal, bila kita mempelajari agama lain secara sungguh-sungguh.

Om santi, santi, santi Om

Selesai.

Sumber : cybertokoh(mrlekig.wordpress.com)